A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu
era dengan era lain, tempat satu dengan lainnya, sehingga banyak bermunculan
pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan
kebutuhan yang diperlukan. Oleh sebab itu, banyak teori yang dikemukakan pada
pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan. Pada setiap
aliran pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang perkembangan
manusia. Oleh karena itu penulis akan memaparkan aliran-aliran dalam
pendidikan, terutama aliran pendidikan konvensional dan semi kontemporer.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja
klasifikasi aliaran dalam pendidikan?
2.
Bagaimana
aliran filsafat pendidikan kategori konvensional?
3.
Bagaimaa aliran
filsafat pendidikan kategori semi kontemporer?
B.
PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi Aliran
Pendidikan
Dalam aliran filsafat pendidikan
dikenal beberapa aliran, diantaranya adalah:
1.
Aliran
Progressivisme
Progressivisme mempunyai konsep yang
didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah yang bersifat menekan mengancam adanya manusia itu sendiri.[1]
Dalam aliran ini memandang bahwa hidup adalah sebuah proses pembahuruan diri
sendiri yang terus berlangsung dalam interaksinya dengan lingkungan.[2]
Aliran progressivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan meliputi ilmu hayat, bahwa manusia mengetahui semua masalah
kehidupan, antropologi bahwa manusia mempunyai pengalaman dan pencipta budaya.[3]
Jadi kaitannya dengan proses pendidikan disini adalah siswa dapat
bebas mengeluarkan kompetensinya sesuai dengan yang diinginkannya tanpa adanya
otoriter dari aturan-aturan yang membatasi siswa. Progresivisme pendidikan ini berpusat pada
siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar
“naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata”, dan juga pengalaman teman sebaya.
Pandangan
aliran progressivisme dalam pendidikan memiliki konsep bahwa manusia
memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah
mempengaruhi pendidikan dengan pembaruan-pembaruan pendidikan untuk maju.
Sehingga semakin tinggi tingkat berfikirnya, manusia semakin tinggi pula
tingkat budaya dan peradaban manusia. Akibatnya, anak-anak tumbuh menjadi
dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang maju.
2.
Aliran
Essensialisme
Aliran essensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan
pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata nilai yang jelas.[4]
Pandangan aliran Essensialisme dalam pendidikan adalah membentuk
pribadi bahagia didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
Kurikulum sekolah bagi essensialisme semacam miniatur dunia yang bisa di
jadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan.
3.
Aliran
Perennialisme
Aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang
pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Aliran perenialisme
melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman moderen telah menimbulkan krisis di
berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi krisis ini aliran perenialisme
memberikan jalan keluar berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau. Oleh
sebab itu aliran perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam
proses mengembalikan keadaan manusia zaman modren ini kepada kebudayaan masa
lampau yang dianggap cukup ideal yang telah teruji ketangguhan nya.
Menurut tokoh aliran perennialisme yaitu Plato menganggap bahwa manusia secara
kodrati memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu, kemauan dan pikiran. Pendidikan
hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya
kebutuhan yang ada disetiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato
itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekat pada dunia kenyataan.
Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan
pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi yang intelek harus dikembangkan
secara seimbang.[5]
4.
Aliran Rekonstruksionisme
Aliran ini merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata
susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak
modern. Menurut muhammad nur syam, aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya
sepaham dengan aliran perennialisme. Kedua aliran tersebut memandang bahwa
keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh
kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Keduanya mempunyai visi dan cara
yang berbeda dalam pemecahaan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan
yang serasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme memilih cara tersendiri yaitu
dengan kembali kealam kebudayaan lama yang mereka anggap paling ideal.
Sementara itu, aliran rekonstruksionalisme menempuh dengan jalan berupaya
membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan
tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Pandangan aliran rekonstruksionisme dalam pendidikan berkeyakinan
bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Oleh jkarena
itu, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui
pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang
benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga
terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[6]
B.
Aliran Filsafat
Pendidikan Kategori Konvensional
Aliran pendidikan konvensional dibagi menjadi empat aliran, yaitu:
1.
Aliran
Empirisme
Kata empirisme berasal dari kata “empiri” yang berarti
pengalaman. Aliran Empirisme yaitu suatu aliran yang menganggap bahwa manusia
itu dalam hidup dan perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia
luar, sedangkan pengaruh-pengaruh dari dalam (faktor keturunan) dianggapnya
tidak ada.
Aliran empirisme didasarkan atas konsepsi yang menyatakan bahwa
perkembangan individu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh
selama hidupnya.Sehingga, Aliran bersikap optimis terhadap hasil pendidikan
disebut aliran optimisme dalam pendidikan.
Berdasarkan konsep dasar ini, maka hal yang harus diperhatikan
dalam pendidikan adalah :
a.
Pendidikan
diberikan seawal mungkin
b.
Pembiasaan dan
latihan lebih penting daripada aturan, nasihat, atau perintah,
c.
Mengamati anak
didik secara lebih dekat :
1) Apa
yang paling tepat bagi anak itu sesuai dengan umurnya
2) Hasrat-hasratnya
yang
d.
Anak harus
dianggap sebagai makhluk rasional
e.
Pelajaran
di sekolah jangan sampai menjadi beban[7]
Kelebihan
aliran empirisme adalah dapat membimbing keluarga atau lingkungan anak untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak sehingga perkembangan anak
dapat berjalan dengan baik.
Kelemahan
aliran empirisme adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan
dasar yang dibawa sejak lahir dikesampingkan. Padahal ada anak yang berbakat
dan dapat berhasil walaupun lingkungan tidak mendukung.
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran
empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh
adanya kemampuan dari pihak pendidik yang mengajar mereka.
1.
Aliran
Nativisme (Aliran Pembawaan)
Kata natiisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya
memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan
yang disebut potensi (dasar). Aliran ini menyatakan bahwa perkembangan manusia
dalam hidup bermasyarakat itu tergantung kepada pembawaan, sehingga pengaruh di
dunia sekitar sedikit sekali. Orang akan menjadi ahli agama, pelukis, guru, dll
itu semuanya semata-mata karena pembawaan bukan karena lingkungan atau
pendidikan. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah
diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan
pendidikan anak.
Tokoh aliran
Nativisme adalah Schopenheuer. Ia adalah
filsof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor
lingkungan kurang berpengaruh pada pendidikan dan perkembangan anak. Oleh
karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat bawaan anak sejak lahir.
Dengan demikian, keberhasilan pendidikan seseorang ditentukan oleh individu itu
sendiri.
Nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat sejak lahir maka ia akan menjadi
jahat, jika anak memiliki bakat baik sejak lahir maka ia akan menjadi baik.
Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna
bagi perkembangan individu itu sendiri.
2.
Aliran
Naturalisme
Aliran ini
dipelopori oleh J.J. Rousseau (1712-1778) seorang filsuf bangsa
Perancis, yang berpendapat bahwa semua anak adalah baik pada waktu lahir,
tetapi menjadi buruk di tangan manusia. Prinsip kembali ke alam menjadi ciri
utama aliran naturalisme. Aliran ini meragukan perlunya pendidikan bagi
pengembangan bakat dan kemampuan anak. Oleh karena itu aliran ini disebut juga
aliran negativisme. Pendidikan lebih baik ditunda daripada mengakibatkan
hal-hal yang tidak diinginkan pada diri anak didik.
Naturalisme
memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan Aminuddin
R., 1992: 9), yaitu :
a.
Anak didik
belajar melalui pengalamannya sendiri, kemudian terjadi antara interaksi
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya
secara alami.
b.
Pendidik hanya
menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai
fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong
keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggungjawab
belajar terletak pada diri anak itu sendiri.
c.
Program
pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat yang menyediakan
lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik
secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri
sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Dengan demikian, aliran naturalisme menitik beratkan pada strategi
pembelajaran yang bersifat paedosentris,
artinya faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat kegiatan proses
belajar mengajar.
3.
Aliran
Konvergensi
Kata
konvergensi berasal dari kata konvergen,
artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran konvergensi merupakan
kompromi atau kombinasi dari aliran nativisme dan empirisme. Aliran ini
dipelopori oleh Willian Stern (1871-1939) seorang ahli pendidikan
bangsa Jerman, yang berusaha menggabungkan dua aliran yang 180 derajat
berlawanan yaitu aliran empirisme dan nativisme. Menurut konsepsi konvergensi
baik pembawaan maupun lingkungan kedua-duanya mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan anak didik.Hasil pendidikan bergantung pada besar kecilnya
pembawaan serta situasi lingkungannya. Jika kualitas pembawaan dan/atau
lingkungan berubah, maka hasil perkembangan atau pendidikan akan berubah pula. Misalnya,
anak yang mempunyai pembawaan baik maka akan berkembangan lebih baik jika
didukung oleh lingkungan yang baik pula. Bakat yang dibawa sejak lahir tidak
akan dapat berkembang secara optimal jika tanpa dukungan lingkungan yang sesuai
bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak
akan dapat menghasilkan perkembangan anak secara maksimal jika tidak didukung
oleh bakat anak.
Perkembangan
manusia bukan hasil dari pembawaan dan lingkungan saja. Manusia tidak hanya
diperkembangkan saja tetapi ia memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah
makhluk yang dapat dan sanggup memilih dan menentukan sesuatu mengenai dirinya
dengan bebas. Karena itu ia bertanggungjawab terhadap segala perbuatannya. Ia
dapat mengambil keputusan yang berlainan dari apa yang pernah diambilnya.
Jadi,
kebanyakan ahli psikologi individual (a.l. Alfred Adler dan Kinkel)
lebih menitik beratkan pada pengaruh lingkungan, sedangkan ahli-ahli biologi
dan ahli-ahli psikologi yang lain lebih menekankan pada kekuatan / pengaruh pembawaan
atau keturunan.[8]
C.
Aliran filsafat
pendidikan kategori semi kontemporer
a. Pragmatisme
Pragmatisme mengajarkan
bahwa yang benar adalah apa yang akibat-akibatnya bermanfaat secara praktis.
Jadi, patokan pragmatism adalah manfaat bagi kehidupan praktis. Kebenaran
mistis diterima, asal bermanfaat praktis.
b. Vitalisme
Vitalisme berpandangan bahwa
kegiatan organisme hidup digerakan oleh daya atau prisip vital yang berbeda
dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan
ilmu dan teknologi serta industrialisasi, dimana segala sesuatu dapat dianalisa
secara matematis.
c. Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari
kata fenomenon yang berarti gejalaatau apa yang tampak. Jadi, fenomenologi
adalah aliran yang membicarakan fenomena atau segalanya sejauh mereka tampak.
d. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah
aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi.
Eksistensi adalah cara berada didunia. Cara berada manusia di dunia berbeda
dengan cara berada makhluk-makhluk lain.
Eksistensialisme memandang
manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh
dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan
dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya. Adapun ilmu-ilmu lain yang
berkaitan dengan eksistensialisme adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
manusia seperti sosiologi (berkaitan dengan manusia dan keberadaannya di dalam
lingkungan sosial), antropologi (berkaitan antar manusia dengan lingkungan
budaya). Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu
dihadirkan lewat kebebasan.
e. Filsafat Analitis
Aliran ini muncul di
Inggris dan Amerika Serikat sejak sekitar tahun 1950. Filsafat analatis disebut
juga filsafat bahasa. Filsafat ini merupaka reaksi terhadap idealisme,
khususnya neohegelianisme di Inggris. Para penganutnya menyibukan diri dengan
analisa bahasa dan konsep-konsep.
f. Strukturalisme
Struktualisme muncul di
prancis tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistic, psikiatri, dan
sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan
kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap. Maka kaum strukturalis
menyibukan diri dengan menyelidiki struktur-struktur tersebut.
g. Postmodernisme
Aliran ini muncul sebagai
reaksi terhadap modernisme dengan segala dampaknya.
Modernisme mempunyai gambaran dunia sendiri yang
ternyata membawa berbagai dampak buruk, yakni objektifikasi alam secara
berlebihan dan pengurasan semena-mena yang berakibat kepada krisis ekologi,
militerisme, kebangkitan kembali tribalisme, dan manusia cenderung menjadi
objek karena pandangan modern yang objektivistis dan positivistis. [9]
D.
PENUTUP
Kesimpulan
ü Klasifikasi aliran pendidikan diantaranya adalah progessivisme,
essensialisme, perennialisme, dan rekonstruksionalisme.
ü Adapun aliran filsafat pendidikan konvensional ini ada beberapa
yaitu empiris, nativisme, naturalisme, dan konvergensi.
ü Sedangkan aliran filsafat pendidikan kategori semi kontemporer
yaitu Eksistensialisme,
Fenomenologi, Vitalisme, Filsafat Analitis, Strukturalisme, Postmodernisme
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Amri, studi
filsafat pendidikan, Banda Aceh: yayasan PeNA, 2009.
Redja
Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Bandung. PT Remaja
Rosdakarya. 2006
Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia,
Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2012.
http://ulfahrilova.blogspot.co.id/2015/04/aliran-pendidikan-konvensional.html
[1]http://mayaoscarina00.blogspot.co.id/2013/04/aliran-aliran-filsafat-pendidikan.html
diakses pada Rabu, 22 Oktober 2016 jam 23:16 WIB
[2]Redja
Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya,
2006), hlm. 235
[3]Jalaludin
dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 79
[4]Ibid.,
hlm.95
[5] Amsal
Amri, studi filsafat pendidikan, (Banda Aceh: yayasan PeNA, 2009), hlm.
72.
[6]
Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia..., hlm. 117
[8]Ibid,.
[9] http://qorinmulia.blogspot.co.id/2014/12/filsafat-kontemporer-oleh-qorindo-mp.html
di akses pada tanggal 17 oktober 2016 jam 10.46
[1]http://mayaoscarina00.blogspot.co.id/2013/04/aliran-aliran-filsafat-pendidikan.html
diakses pada Rabu, 22 Oktober 2016 jam 23:16 WIB
[2]Redja
Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya,
2006), hlm. 235
[3]Jalaludin
dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 79
[4]Ibid.,
hlm.95
[5] Amsal
Amri, studi filsafat pendidikan, (Banda Aceh: yayasan PeNA, 2009), hlm.
72.
[6]
Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia..., hlm. 117
[8]Ibid,.
[9] http://qorinmulia.blogspot.co.id/2014/12/filsafat-kontemporer-oleh-qorindo-mp.html
di akses pada tanggal 17 oktober 2016 jam 10.46