Rabu, 23 November 2016

ALIRAN ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

A.  PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu era dengan era lain, tempat satu dengan lainnya, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Oleh sebab itu, banyak teori yang dikemukakan pada pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan. Pada setiap aliran pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang perkembangan manusia. Oleh karena itu penulis akan memaparkan aliran-aliran dalam pendidikan, terutama aliran pendidikan konvensional dan semi kontemporer.
Rumusan Masalah
1.         Apa saja klasifikasi aliaran dalam pendidikan?
2.         Bagaimana aliran filsafat pendidikan kategori konvensional?
3.         Bagaimaa aliran filsafat pendidikan kategori semi kontemporer?








B.  PEMBAHASAN
A.    Klasifikasi Aliran Pendidikan
Dalam aliran filsafat pendidikan dikenal beberapa aliran, diantaranya adalah:
1.    Aliran Progressivisme
Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan mengancam adanya manusia itu sendiri.[1] Dalam aliran ini memandang bahwa hidup adalah sebuah proses pembahuruan diri sendiri yang terus berlangsung dalam interaksinya dengan lingkungan.[2]
Aliran progressivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan meliputi ilmu hayat, bahwa manusia mengetahui semua masalah kehidupan, antropologi bahwa manusia mempunyai pengalaman dan pencipta budaya.[3]
Jadi kaitannya dengan proses pendidikan disini adalah siswa dapat bebas mengeluarkan kompetensinya sesuai dengan yang diinginkannya tanpa adanya otoriter dari aturan-aturan yang membatasi siswa. Progresivisme pendidikan ini berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata”, dan juga pengalaman teman sebaya.
Pandangan  aliran progressivisme dalam pendidikan memiliki konsep bahwa manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah mempengaruhi pendidikan dengan pembaruan-pembaruan pendidikan untuk maju. Sehingga semakin tinggi tingkat berfikirnya, manusia semakin tinggi pula tingkat budaya dan peradaban manusia. Akibatnya, anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang maju.
2.    Aliran Essensialisme
Aliran essensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata nilai yang jelas.[4]
Pandangan aliran Essensialisme dalam pendidikan adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi essensialisme semacam miniatur dunia yang bisa di jadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan.
3.    Aliran Perennialisme
Aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Aliran perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman moderen telah menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi krisis ini aliran perenialisme memberikan jalan keluar berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau. Oleh sebab itu aliran perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modren ini kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal yang telah teruji ketangguhan nya.
Menurut tokoh aliran perennialisme yaitu Plato menganggap bahwa manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu, kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada disetiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekat pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi yang intelek harus dikembangkan secara seimbang.[5]
4.    Aliran Rekonstruksionisme
Aliran ini merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Menurut muhammad nur syam, aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perennialisme. Kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahaan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme memilih cara tersendiri yaitu dengan kembali kealam kebudayaan lama yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran rekonstruksionalisme menempuh dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Pandangan aliran rekonstruksionisme dalam pendidikan berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Oleh jkarena itu, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[6]
B.     Aliran Filsafat Pendidikan  Kategori Konvensional
Aliran pendidikan konvensional dibagi menjadi empat aliran, yaitu:
1.      Aliran Empirisme
Kata empirisme berasal dari kata “empiri” yang berarti pengalaman. Aliran Empirisme yaitu suatu aliran yang menganggap bahwa manusia itu dalam hidup dan perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia luar, sedangkan pengaruh-pengaruh dari dalam (faktor keturunan) dianggapnya tidak ada.
Aliran empirisme didasarkan atas konsepsi yang menyatakan bahwa perkembangan individu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama hidupnya.Sehingga, Aliran bersikap optimis terhadap hasil pendidikan disebut aliran optimisme dalam pendidikan.
Berdasarkan konsep dasar ini, maka hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan adalah :
a.     Pendidikan diberikan seawal mungkin
b.    Pembiasaan dan latihan lebih penting daripada aturan, nasihat, atau perintah,
c.    Mengamati anak didik secara lebih dekat :
1) Apa yang paling tepat bagi anak itu sesuai dengan umurnya
2) Hasrat-hasratnya yang
d.    Anak harus dianggap sebagai makhluk rasional
e.      Pelajaran di sekolah jangan sampai menjadi beban[7]


Kelebihan aliran empirisme adalah dapat membimbing keluarga atau lingkungan anak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak sehingga perkembangan anak dapat berjalan dengan baik.
Kelemahan aliran empirisme adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa sejak lahir dikesampingkan. Padahal ada anak yang berbakat dan dapat berhasil walaupun lingkungan tidak mendukung.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik yang mengajar mereka.
1.    Aliran Nativisme (Aliran Pembawaan)
Kata natiisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dalam hidup bermasyarakat itu tergantung kepada pembawaan, sehingga pengaruh di dunia sekitar sedikit sekali. Orang akan menjadi ahli agama, pelukis, guru, dll itu semuanya semata-mata karena pembawaan bukan karena lingkungan atau pendidikan. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.


Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenheuer. Ia adalah filsof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh pada pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat bawaan anak sejak lahir. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan seseorang ditentukan oleh individu itu sendiri.
Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat sejak lahir maka ia akan menjadi jahat, jika anak memiliki bakat baik sejak lahir maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan individu itu sendiri.
2.    Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J. Rousseau (1712-1778) seorang filsuf bangsa Perancis, yang berpendapat bahwa semua anak adalah baik pada waktu lahir, tetapi menjadi buruk di tangan manusia. Prinsip kembali ke alam menjadi ciri utama aliran naturalisme. Aliran ini meragukan perlunya pendidikan bagi pengembangan bakat dan kemampuan anak. Oleh karena itu aliran ini disebut juga aliran negativisme. Pendidikan lebih baik ditunda daripada mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan pada diri anak didik.




Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan Aminuddin R., 1992: 9), yaitu :
a.    Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri, kemudian terjadi antara interaksi pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami.
b.   Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggungjawab belajar terletak pada diri anak itu sendiri.
c.    Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat yang menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Dengan demikian, aliran naturalisme menitik beratkan pada strategi pembelajaran yang bersifat paedosentris, artinya faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat kegiatan proses belajar mengajar.
3.    Aliran Konvergensi
Kata konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran nativisme dan empirisme. Aliran ini dipelopori oleh Willian Stern (1871-1939) seorang ahli pendidikan bangsa Jerman, yang berusaha menggabungkan dua aliran yang 180 derajat berlawanan yaitu aliran empirisme dan nativisme. Menurut konsepsi konvergensi baik pembawaan maupun lingkungan kedua-duanya mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak didik.Hasil pendidikan bergantung pada besar kecilnya pembawaan serta situasi lingkungannya. Jika kualitas pembawaan dan/atau lingkungan berubah, maka hasil perkembangan atau pendidikan akan berubah pula. Misalnya, anak yang mempunyai pembawaan baik maka akan berkembangan lebih baik jika didukung oleh lingkungan yang baik pula. Bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan dapat berkembang secara optimal jika tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak akan dapat menghasilkan perkembangan anak secara maksimal jika tidak didukung oleh bakat anak.
Perkembangan manusia bukan hasil dari pembawaan dan lingkungan saja. Manusia tidak hanya diperkembangkan saja tetapi ia memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk yang dapat dan sanggup memilih dan menentukan sesuatu mengenai dirinya dengan bebas. Karena itu ia bertanggungjawab terhadap segala perbuatannya. Ia dapat mengambil keputusan yang berlainan dari apa yang pernah diambilnya.
Jadi, kebanyakan ahli psikologi individual (a.l. Alfred Adler dan Kinkel) lebih menitik beratkan pada pengaruh lingkungan, sedangkan ahli-ahli biologi dan ahli-ahli psikologi yang lain lebih menekankan pada kekuatan / pengaruh pembawaan atau keturunan.[8]
C.     Aliran filsafat pendidikan kategori semi kontemporer
a.   Pragmatisme
Pragmatisme mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang akibat-akibatnya bermanfaat secara praktis. Jadi, patokan pragmatism adalah manfaat bagi kehidupan praktis. Kebenaran mistis diterima, asal bermanfaat praktis.
b.  Vitalisme
Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakan oleh daya atau prisip vital yang berbeda dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi serta industrialisasi, dimana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis.
c.  Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari kata fenomenon yang berarti gejalaatau apa yang tampak. Jadi, fenomenologi adalah aliran yang membicarakan fenomena atau segalanya sejauh mereka tampak.
d.      Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi. Eksistensi adalah cara berada didunia. Cara berada manusia di dunia berbeda dengan cara berada makhluk-makhluk lain.
Eksistensialisme  memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya. Adapun ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan eksistensialisme adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan manusia seperti sosiologi (berkaitan dengan manusia dan keberadaannya di dalam lingkungan sosial), antropologi (berkaitan antar manusia dengan lingkungan budaya). Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu dihadirkan lewat kebebasan. 
e.       Filsafat Analitis
Aliran ini muncul di Inggris dan Amerika Serikat sejak sekitar tahun 1950. Filsafat analatis disebut juga filsafat bahasa. Filsafat ini merupaka reaksi terhadap idealisme, khususnya neohegelianisme di Inggris. Para penganutnya menyibukan diri dengan analisa bahasa dan konsep-konsep.
f.       Strukturalisme
Struktualisme muncul di prancis tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistic, psikiatri, dan sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap. Maka kaum strukturalis menyibukan diri dengan menyelidiki struktur-struktur tersebut.
g.       Postmodernisme
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap modernisme dengan segala dampaknya.
Modernisme mempunyai gambaran dunia sendiri yang ternyata membawa berbagai dampak buruk, yakni objektifikasi alam secara berlebihan dan pengurasan semena-mena yang berakibat kepada krisis ekologi, militerisme, kebangkitan kembali tribalisme, dan manusia cenderung menjadi objek karena pandangan modern yang objektivistis dan positivistis. [9]








D.    PENUTUP
Kesimpulan
ü  Klasifikasi aliran pendidikan diantaranya adalah progessivisme, essensialisme, perennialisme, dan rekonstruksionalisme.
ü  Adapun aliran filsafat pendidikan konvensional ini ada beberapa yaitu empiris, nativisme, naturalisme, dan konvergensi.
ü  Sedangkan aliran filsafat pendidikan kategori semi kontemporer yaitu Eksistensialisme, Fenomenologi, Vitalisme, Filsafat Analitis, Strukturalisme, Postmodernisme


DAFTAR PUSTAKA
Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, Banda Aceh: yayasan PeNA, 2009.

Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Bandung. PT Remaja Rosdakarya.  2006

Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2012.



http://ulfahrilova.blogspot.co.id/2015/04/aliran-pendidikan-konvensional.html




[2]Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 235
[3]Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 79
[4]Ibid., hlm.95
[5]  Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, (Banda Aceh: yayasan PeNA, 2009), hlm. 72.
[6] Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia..., hlm. 117
[8]Ibid,.